KUDETA MYANMAR

AS Siapkan Sanksi bagi Militer Myanmar Setelah 18 Demonstran Tewas

Internasional | Selasa, 02 Maret 2021 - 08:02 WIB

AS Siapkan Sanksi bagi Militer Myanmar Setelah 18 Demonstran Tewas
Suasana demo besar-besaran menentang kudeta militer Myanmar di Yangon, Senin (1/3/2021). (REUTERS/ASIA NEWS)

WASHINGTON (RIAUPOS.CO) - Amerika Serikat (AS) menyiapkan tindakan tambahan untuk menekan pemerintahan militer Myanmar menyusul tindakan brutal aparat keamanan saat membubarkan demonstrasi anti-kudeta yang menewaskan sedikitnya 18 orang pada Ahad (28/2/2021). 

Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, mengatakan, sanksi akan dijatuhkan dalam beberapa hari mendatang kepada para pejabat militer Myanmar yang bertanggung jawab dalam kekerasan terbaru ini.  


"Kami terus berkoordinasi secara dekat dengan sekutu dan mitra di kawasan Indo-Pasifik serta seluruh dunia untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang terlibat atas kekerasan ini," kata Sullivan, dikutip dari Reuters, Senin (1/3/2021). 

Sullivan belum menyebutkan tindakan atau sanksi apa yang akan diterapkan serta siapa saja yang mendapatkannya. 

"Kami sedang menyiapkan tindakan tambahan lebih lanjut kepada mereka yang bertanggung jawab atas pecahnya kekerasan terbaru serta kudeta. Kami akan sampaikan lebih banyak hal dalam beberapa hari mendatang," tuturnya. 

AS sebelumnya memberlakukan serangkaian sanksi terhadap para pemimpin militer Myanmar. Pekan lalu AS menjatuhkan sanksi terhadap dua jenderal Myanmar, Moe Myint Tun dan Maung Maung Kyaw, karena dianggap bertanggung jawab dalam kudeta militer menggulingkan Aung San Suu Kyi. 

Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan AS menegaskan, militer Myanmar harus menghentikan kudeta dan menyerahkan kembali pemerintahan kepada kubu pememang pemilu lalu. 

"Militer harus menghentikan tindakannya dan segera memulihkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis di Burma atau Departemen Keuangan tidak akan ragu mengambil tindakan lebih lanjut," bunyi pernyataan.  

Departemen Keuangan membekukan aset siapa saja yang masuk dalam daftar hitam serta melarang warga atau entitas AS menjalin kerja sama apa pun dengan mereka. Para jenderal itu juga dilarang masuk AS.

Sumber: Reuters/News/USA Today
Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook